Teknologi Pangan: Cara Mengolah Bahan Makanan dengan Ilmu Pengetahuan

Marsito Wibowo

Makanan dan minuman adalah kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi setiap hari. Namun, tidak semua bahan makanan bisa langsung dikonsumsi begitu saja. Ada beberapa bahan makanan yang harus diolah terlebih dahulu agar bisa dimakan dengan aman dan nyaman. Selain itu, ada juga bahan makanan yang harus diawetkan agar bisa disimpan untuk jangka waktu yang lama. Bagaimana cara mengolah dan mengawetkan bahan makanan tersebut? Jawabannya adalah dengan menggunakan teknologi pangan.

Teknologi pangan adalah aplikasi ilmu pangan ke dalam sistem seleksi, pengawetan, pengolahan, pengemasan, distribusi, dan pemanfaatan sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang bersifat baik, aman, dan bergizi. Dalam teknologi pangan, dipelajari sifat fisik, mikrobiologis, dan kimia dari bahan pangan serta proses yang mengolah bahan pangan tersebut.

Teknologi pangan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, seperti mengawetkan makanan, meningkatkan nilai gizi, memperkaya variasi makanan, memudahkan distribusi, dan meningkatkan kesehatan. Teknologi pangan juga berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya, seperti bioteknologi, nanoteknologi, dan teknologi informasi. Dengan demikian, teknologi pangan menjadi salah satu cara untuk mengolah bahan makanan dengan ilmu pengetahuan.

Artikel ini akan membahas lebih lanjut tentang teknologi pangan, mulai dari sejarah, contoh, hingga tantangan dan prospeknya di masa depan. Simak ulasan berikut ini!

Sejarah Teknologi Pangan

Teknologi pangan bukanlah hal yang baru dalam sejarah peradaban manusia. Sejak zaman prasejarah, manusia sudah melakukan teknik pengolahan dan pengawetan makanan, seperti mengeringkan, mengasinkan, menggoreng, dan merebus. Namun, teknologi pangan yang berdasarkan ilmu pengetahuan baru muncul pada abad ke-18, ketika Nicolas Appert menemukan cara mengalengkan bahan pangan. Appert melakukan percobaan dengan memasukkan bahan pangan ke dalam botol kaca yang ditutup rapat dan dipanaskan dalam air mendidih. Dengan cara ini, Appert berhasil mengawetkan bahan pangan tanpa mengubah rasanya.

Pada abad ke-19, Louis Pasteur melakukan penelitian tentang mikroba yang menyebabkan kerusakan pada anggur dan susu. Pasteur menemukan bahwa pemanasan pada suhu tertentu bisa membunuh mikroba tanpa merusak sifat bahan pangan. Proses ini kemudian dikenal sebagai pasteurisasi, yang banyak digunakan untuk mengawetkan susu dan produk susu. Pasteur juga merupakan salah satu pelopor bioteknologi pangan, yaitu pemanfaatan mikroorganisme untuk menghasilkan produk pangan, seperti yoghurt, keju, roti, dan bir.

Pada abad ke-20, teknologi pangan semakin berkembang dengan adanya penemuan-penemuan baru, seperti pendinginan, pembekuan, pengeringan, iradiasi, fermentasi, ekstrusi, dan modifikasi genetik. Teknologi pangan juga mendapat dukungan dari perkembangan ilmu kimia, biologi, fisika, matematika, dan teknik. Selain itu, teknologi pangan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, ekonomi, politik, dan budaya, seperti permintaan konsumen, regulasi pemerintah, persaingan industri, dan globalisasi.

Contoh Teknologi Pangan

Teknologi pangan dapat dilihat dari berbagai contoh produk pangan yang ada di sekitar kita. Berikut adalah beberapa contoh teknologi pangan beserta proses dan manfaatnya:

  • Susu UHT (Ultra High Temperature). Susu UHT adalah susu yang dipanaskan pada suhu 135-150°C selama 1-4 detik, kemudian didinginkan dan dikemas dalam kemasan aseptik. Proses ini bertujuan untuk membunuh semua mikroba yang ada di dalam susu, sehingga susu bisa disimpan tanpa pendinginan hingga 6 bulan. Susu UHT juga memiliki kandungan gizi yang hampir sama dengan susu segar, seperti protein, kalsium, vitamin, dan mineral.
  • Mie instan. Mie instan adalah produk pangan yang dibuat dari tepung terigu yang dicampur dengan air, garam, minyak, dan bahan tambahan lainnya, kemudian digiling, dipotong, direbus, dikeringkan, dan digoreng. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan mie yang mudah dimasak, enak, dan tahan lama. Mie instan juga dilengkapi dengan bumbu, sayuran kering, dan minyak yang bisa menambah cita rasa dan gizi.
  • Tempe. Tempe adalah produk pangan yang dibuat dari kedelai yang direndam, dikupas, direbus, dan difermentasi dengan kapang Rhizopus sp. Proses ini bertujuan untuk mengubah sifat fisik, kimia, dan biologis kedelai, sehingga menjadi lebih lunak, gurih, dan bergizi. Tempe memiliki kandungan protein, serat, vitamin, mineral, dan antioksidan yang tinggi, serta bisa mengurangi kolesterol dan gula darah.
  • Selai nanas. Selai nanas adalah produk pangan yang dibuat dari nanas yang dikupas, dipotong, direbus, ditambahkan gula, asam sitrat, pektin, dan pengawet, kemudian diaduk hingga mengental dan dikemas dalam toples. Proses ini bertujuan untuk mengawetkan nanas, meningkatkan rasa manis, dan menghasilkan tekstur yang lembut dan kental. Selai nanas memiliki kandungan vitamin C, serat, dan enzim bromelain yang baik untuk pencernaan dan kesehatan.

Tantangan Teknologi Pangan

Teknologi pangan tidak lepas dari berbagai tantangan yang harus dihadapi dan diatasi. Berikut adalah beberapa tantangan teknologi pangan yang perlu mendapat perhatian:

  • Kesehatan dan keamanan pangan. Teknologi pangan harus memastikan bahwa produk pangan yang dihasilkan tidak mengandung bahan berbahaya, seperti mikroba, racun, logam berat, pestisida, dan alergen. Teknologi pangan juga harus memperhatikan aspek gizi, seperti kandungan protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan antioksidan. Selain itu, teknologi pangan harus mencegah terjadinya kontaminasi silang, penipuan pangan, dan penyalahgunaan bahan tambahan.
  • Lingkungan dan keberlanjutan pangan. Teknologi pangan harus meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti penggunaan energi, air, dan bahan kimia, serta emisi gas rumah kaca, limbah, dan polusi. Teknologi pangan juga harus meningkatkan efisiensi dan produktivitas pangan, serta mengurangi kerugian dan pemborosan pangan. Selain itu, teknologi pangan harus mendukung pengembangan sumber pangan alternatif, seperti tanaman pangan lokal, pangan fungsional, dan pangan rekayasa.
  • Sosial dan budaya pangan. Teknologi pangan harus menghormati nilai-nilai sosial dan budaya yang berkaitan dengan pangan, seperti kepercayaan, tradisi, adat, dan selera. Teknologi pangan juga harus memperhatikan aspek etika, hukum, dan hak asasi manusia yang terkait

Also Read

Bagikan: